Jambi, Lintas7news – Angin syahdu Muharram mulai berhembus, membawa harapan dan janji akan sebuah awal yang baru. Saat umat Islam di seluruh dunia bersiap menyambut Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, gaung Ruhiologi — sebuah disiplin ilmu yang menitikberatkan pada penguatan spiritualitas — kembali menggema dan menggugah kesadaran umat.
Prof. Iskandar, Guru Besar Psikologi Pendidikan UIN Jambi dan penggagas Ruhiologi, menegaskan bahwa pergantian tahun bukan sekadar peralihan kalender, melainkan momentum untuk hijrah, sebuah perjalanan spiritual menuju kondisi yang lebih baik.
“Muharram adalah momentum emas untuk merevitalisasi Ruhiologi dalam diri kita. Hijrah sejati bukan hanya berpindah secara fisik, tetapi berpindah dari kegelisahan menuju ketenangan, dari keterasingan menuju kedekatan dengan Ilahi,” ujar Prof. Iskandar.
Menurutnya, Muharram menjadi panggilan untuk merajut kembali spiritualitas yang mulai terkikis di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang kerap melahirkan keterasingan batin.
“Ruhiologi hadir bukan sebagai tumpukan ritual, tetapi sebagai pendekatan holistik yang menyelaraskan akal, hati, dan tindakan dengan nilai-nilai Ilahi,” tambahnya.
Pesan ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. Ar-Ra’d ayat 11: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Ayat ini menegaskan pentingnya perubahan dari dalam diri, sebuah hijrah spiritual yang menjadi fondasi Ruhiologi.
Empat Langkah Hijrah Berbasis Ruhiologi Menyambut Muharram
Prof. Iskandar menekankan bahwa hijrah dalam bingkai Ruhiologi dapat diwujudkan melalui empat langkah nyata:
1. Hijrah Intelektual: Memperkaya Diri dengan Ilmu Bermakna
Momentum Muharram menjadi saat yang tepat untuk memperdalam pemahaman keislaman, tidak hanya sekadar mengonsumsi informasi, tetapi juga merenungi esensi dan hikmah di baliknya.
“Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesesatan,” ujar Ibnu Arabi.
Dengan ilmu yang bermakna, seseorang dapat menjadi pribadi tercerahkan yang mampu berkontribusi positif bagi kemajuan peradaban.
2. Hijrah Emosional: Mengelola Hati, Menumbuhkan Kedamaian
Prof. Iskandar mengajak untuk mengendalikan emosi negatif seperti amarah, dengki, dan putus asa. Sebaliknya, kita diajak untuk menumbuhkan rasa syukur, kesabaran, dan kasih sayang.
Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Tugasmu bukanlah mencari cinta, tetapi mencari dan menemukan semua penghalang di dalam dirimu yang telah engkau bangun untuk melawannya.”
Ruhiologi mengajarkan bahwa kedamaian batin adalah kunci kebahagiaan sejati yang tak ternilai.
3. Hijrah Sosial: Membangun Ukhuwah, Menguatkan Komunitas
Muharram menjadi momentum untuk mempererat ukhuwah Islamiyah dan meningkatkan kepedulian sosial. Prof. Iskandar menegaskan pentingnya membangun komunitas yang kuat dan peduli.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 10: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”
4. Hijrah Digital: Menjadikan Teknologi sebagai Ladang Kebaikan
Di era digital, Ruhiologi menuntun umat Islam agar menggunakan teknologi secara bijak.
“Lisanmu adalah pedangmu. Jika tidak kamu gunakan untuk kebaikan, ia akan melukaimu,” pesan Imam Al-Ghazali, yang kini relevan dalam konteks media sosial.
Ruang digital harus menjadi ladang pahala dengan menyebarkan kebaikan dan melawan hoaks serta ujaran kebencian.
Ruhiologi: Jalan Menuju Peradaban yang Berkah
Menyambut Muharram melalui lensa Ruhiologi diharapkan tidak berhenti pada seremoni tahunan, tetapi menjadi momentum kebangkitan spiritual yang membentuk pribadi unggul. Dengan menginternalisasi nilai-nilai Ruhiologi, setiap individu berpotensi menjadi agen perubahan yang memberikan dampak positif bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa.
“Mari jadikan Muharram 1447 H – 2025 M sebagai momen kebangkitan jiwa. Ruhiologi bukan sekadar teori, tetapi fondasi peradaban yang membawa keberkahan. Siapkah Anda merajut kembali spiritualitas Anda menyambut Muharram?” tutup Prof. Iskandar dengan penuh semangat.(*)