Sekolah di Ujung Warung Pojok: Saat LKS Jadi Alat Pungli dan Ancaman Jadi Bahasa Kekuasaan

Sindang Dataran, Rejang Lebong – Aroma dugaan pungutan liar (pungli) menyeruak di lingkungan pendidikan dasar, tepatnya di SDN 164 Warung Pojok, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Sejumlah wali murid mengaku resah atas adanya penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diduga diinisiasi oleh Kepala Sekolah, Yadi, beserta adanya pungutan uang bangunan yang belum jelas penggunaannya.

Beberapa wali murid menyampaikan kepada tim investigasi Lintas7 bahwa mereka merasa tertekan dan terbebani oleh kewajiban membeli buku LKS tersebut.

> “Kami membeli buku LKS sebanyak tujuh lembar dengan harga Rp100.000. Kami takut kalau tidak membeli, nanti anak kami diperlakukan berbeda,” ujar salah satu wali murid yang meminta identitasnya dirahasiakan.
“Selain itu, ada juga pungutan uang bangunan sebesar Rp100.000 yang katanya untuk pembangunan WC, tapi sampai sekarang belum ada wujudnya,” tambahnya dengan nada kecewa.

Kepala Sekolah Membantah, Namun Akui Ada Penjualan LKS

Saat dikonfirmasi pada Kamis, 13 November 2025, Kepala Sekolah Yadi membantah tuduhan adanya pemaksaan dalam penjualan LKS.

“Saya tidak pernah memaksa wali murid. Siapa yang mau beli silakan, kalau tidak mau juga tidak apa-apa. Buku ini hanya untuk membantu anak-anak belajar,” jelasnya kepada wartawan Lintas7news.my.id

Namun, dalam pernyataannya, Yadi mengakui bahwa memang ada kegiatan penjualan LKS di sekolah tersebut, meskipun ia menegaskan dilakukan secara sukarela.
Sedangkan terkait pungutan uang bangunan, Yadi berdalih bahwa hal itu bukan tanggung jawab pihak sekolah.

“Masalah uang bangunan itu urusan komite, bukan sekolah,” ujarnya.

Nada Ancaman dan Keterlibatan Keluarga

Hal mengejutkan muncul ketika Yadi melibatkan nama anak-anaknya dalam menanggapi tuduhan tersebut.

“Sudahlah, aku sakit kepala dituduh macam-macam. Biar anak-anak aku yang urus orang yang usik urusan aku. Ada Seli, Ado Laki, Nora,” ucap Yadi dengan nada tinggi.

Pernyataan tersebut menimbulkan kekhawatiran dan dugaan adanya unsur intimidasi terhadap wali murid dan masyarakat sekitar.

Publik pun mempertanyakan, apa kapasitas dan peran anak-anak Yadi dalam urusan sekolah, hingga sang kepala sekolah merasa berhak “menyerahkan” persoalan dugaan pungli kepada mereka.

Masyarakat Mendesak Penyelidikan Serius

Menyikapi situasi ini, masyarakat dan sejumlah wali murid mendesak pihak berwenang untuk turun tangan.
Dinas Pendidikan Kabupaten Rejang Lebong, Satgas Saber Pungli, serta aparat kepolisian diharapkan segera melakukan penyelidikan dan klarifikasi resmi.

Praktik seperti ini, jika benar terjadi, bukan hanya mencederai nilai kejujuran dan integritas pendidikan, tetapi juga mengancam rasa aman peserta didik dan wali murid.

Lingkungan sekolah semestinya menjadi tempat yang bersih dari praktik komersialisasi dan tekanan sosial dalam bentuk apa pun.

“Kami ingin keadilan. Sekolah harus jadi tempat mendidik, bukan tempat mencari keuntungan,” tutur salah satu orang tua murid dengan nada tegas.

Seruan Transparansi dan Penegakan Etika Pendidikan

Tim Lintas7 menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan sekolah negeri, terutama dalam hal pungutan, penjualan buku, dan pengadaan sarana belajar.
Setiap kebijakan yang melibatkan uang masyarakat wajib berdasarkan kesepakatan tertulis melalui komite sekolah dan izin Dinas Pendidikan.

Kejadian di SDN 164 Warung Pojok menjadi cermin perlunya pengawasan ketat di sektor pendidikan, agar tidak ada lagi kepala sekolah yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Lintas7news.my.id menyerukan agar pihak berwenang bertindak cepat dan tegas, demi menjaga kepercayaan publik dan memastikan dunia pendidikan tetap berada di jalur yang bersih, jujur, dan berpihak pada masa depan anak bangsa.(MARLIN)