
Pegunungan Arfak, Papua Barat –
Proyek pembangunan jalan di wilayah Gadak, Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf), yang semestinya menjadi tonggak kemajuan akses masyarakat, kini justru menjadi simbol kegagalan dan dugaan korupsi anggaran. Proyek yang direncanakan membentang sepanjang 800 meter, hanya menghasilkan 74 meter jalan rusak dan tidak layak pakai, meski negara telah menggelontorkan dana sebesar Rp9,4 miliar dari APBD Papua Barat Tahun Anggaran 2023.
Proyek ini berada di bawah tanggung jawab Satuan Kerja Bina Marga, Dinas PUPR Papua Barat, dan melibatkan sejumlah kontraktor yang kini tengah jadi sorotan publik. Audit teknis dan investigasi awal yang dilakukan oleh tim ahli bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat adanya indikasi kerugian negara senilai Rp724 juta. Namun, hingga kini, baru sekitar Rp200 juta yang dikembalikan ke kas negara, sementara sisanya masih belum dipertanggungjawabkan.
Di tengah derasnya kritik dan kemarahan warga, Koordinator Investigasi dan Advokasi Dewan Pimpinan Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia (DPN FAMI), Aev Sulaeman, mendesak Kapolres Pegunungan Arfak untuk tidak tinggal diam dan segera bertindak tegas terhadap para kontraktor yang diduga terlibat.
“Ini bukan lagi sekadar proyek gagal, ini adalah indikasi kejahatan anggaran yang terstruktur dan merusak marwah pembangunan di Papua Barat. Kami meminta Kapolres Pegaf segera memanggil dan memeriksa seluruh pihak yang terlibat, mulai dari kontraktor, konsultan pengawas, hingga pejabat yang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan proyek,” tegas Adv Sulaeman dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Aev, proyek ini adalah bukti nyata bahwa korupsi tidak hanya terjadi di level pusat, tetapi telah menjalar hingga proyek-proyek strategis daerah, bahkan menyasar wilayah terpencil seperti Gadak. Hal ini menunjukkan adanya pola sistemik dalam penyalahgunaan anggaran publik.
“Rakyat Gadak berhak atas pembangunan yang layak dan transparan. Jangan biarkan wilayah pedalaman dijadikan ladang bancakan oleh oknum kontraktor dan pejabat. Jika perlu, kami akan turun langsung mengawal kasus ini dan membawa data ke tingkat nasional,” imbuhnya.
Desakan Penindakan Hukum dan Transparansi
FAMI meminta agar pengusutan kasus ini dilakukan secara terbuka dan akuntabel, serta tidak berhenti pada pengembalian sebagian dana, melainkan juga harus berujung pada proses pidana terhadap pelaku-pelaku utama, termasuk oknum di lingkaran pemerintahan daerah yang ikut membiarkan atau bahkan menikmati hasil dari korupsi ini.
Warga Gadak, yang telah menunggu janji pembangunan selama bertahun-tahun, kini hanya bisa menatap jalan yang belum selesai dan tidak bisa digunakan. Harapan mereka berubah menjadi kemarahan dan ketidakpercayaan terhadap proyek-proyek pemerintah.
FAMI Akan Surati KPK dan Mabes Polri
Dalam pernyataannya, Aev juga mengungkap bahwa pihaknya sedang menyiapkan laporan resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri, bila dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret dari aparat penegak hukum di tingkat lokal.
“Kami akan terus kawal, dan bila perlu bawa ke tingkat nasional. Jangan biarkan pelaku korupsi tidur nyenyak, sementara masyarakat Gadak tertidur dalam ketertinggalan,” pungkasnya.
Catatan Redaksi:
Kasus ini adalah salah satu dari sekian banyak dugaan korupsi proyek infrastruktur di wilayah Papua Barat. Proses hukum yang adil, transparan, dan menyeluruh sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap negara dan aparatur penegak hukum.