lintas7news.my.id–Eks distributor pupuk dari Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI) berinisial AR mulai angkat bicara pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pupuk bersubsidi 2021 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan pada Kamis 25 April 2024 lalu
Menurut AR, penetapannya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto dalam kasus ini sangat keliru. Sebab katanya, 2 alat bukti yang dijadikan sebagai bahan dasar barang bukti untuk mentersangkakan dirinya dalam kasus ini sangat keliru.
Pertama, adanya hasil temuan Kantor Inspektorat Jeneponto terkait adanya kerugian negara oleh distributor KPI lalu kemudian adanya berita acara penyitaan Surat Izin Usaha (SIU), Padahal kedua alat bukti tersebut bukan dari hasil pemeriksaannya melainkan pimpinannya sendiri yakni, Sirajuddin Kr Sewang selaku Direktur KPI.
“Bukan saya yang di audit di Inspektorat tapi bosku, ada barang buktiku berupa hasil auditku dari inspektorat, dan ada barang yang disita surat usaha beng, surat izin usaha apa? Itu kan surat izin usaha KPI, siapa namanya? direkturku, tapi kenapa saya yang ditetapkan tersangka,” beber AR melalui sambungan telepon, Selasa (02/07).
Hal Tersebut Menjadi Perhatian Khusus Oleh Pimpinan Nasional Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia (KPPHMRI), Ofi Sasmita Selaku Presiden KPPHMRI Sangat Menyayangkab Tindakan Aparat Penegak Hukum Jika Apa Yang disampaikan Oleh AR Itu Benar
Lanjut Ofi Sasmita apakah Ketika adanya kerugian keuangan negara serta merta berujung pada tipikor? tidak selamanya adanya kerugian keuangan negara otomatis tipikor karena dapat saja kerugian negara terjadi dalam lingkup (kesalahan) administratif atau perdata.
Tambah Ofi Sasmita “Sebenarnya Pasal 32 UU Tipikor telah memberi jalan keluar ketika unsur kerugian negara terjadi secara nyata, tetapi bukan tipikor melalui gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara. Tetapi, praktis pasal ini hampir tidak pernah digunakan,” katanya.
Apalagi, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diratifikasi UU No. 7 Tahun 2006 tidak spesifik mencantumkan unsur kerugian negara lantaran cakupan delik korupsi sudah diurai secara limitatif. Seperti, suap, penggelapan dalam jabatan, memperdagangkan pengaruh, penyalahgunaan jabatan, pejabat publik memperkaya diri tidak sah, suap sektor swasta, penggelapan di perusahaan swasta, pencucian uang hasil kejahatan, menyembunyikan kejahatan korupsi, menghalangi proses peradilan.
“Rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor telah mendistorsi UNCAC khususnya korupsi di sektor swasta. Lagipula, tidak satupun negara memiliki rumusan pasal korupsi seperti rumusan kedua pasal itu.”
Dia menambahkan penerapan kedua pasal tersebut ibarat ”pedang bermata dua”. Satu sisi, sangat efektif menjerat para pejabat negara, politisi, pebisnis secara sendiri-sendiri atau berkolaborasi merampok uang rakyat dengan modus operandi canggih demi kepentingan pribadi, golongan, atau parpol tertentu. Di sisi lain, tak jarang kedua pasal itu menjadikan aparat penegak hukum terjerambab dalam kubangan mafia peradilan untuk memeras calon tersangka atau menyingkirkan lawan-lawan dan Menjadikan Sesorang Sebagai Korban oknum Para Penguasa Ataupun Para Pebisnis,Tambahnya Lagi
Ya Jika Diminta Oleh Pihak AR maka Secara Organisasi Advokat Pimpinan Pusat Komite Pengacara dan Penasihat Hukum Muda Republik Indonesia (KPPHMRI) Akan Memberikan Bantuan Hukum Kepada Sodara AR secara Litigasi maupun Non Litagasi karna Menurut Kami Bahwa AR ini Adalah Korban Kriminalisasi Hukum ” Tegas Ofi
Ya Jikalau AR Tersangka Maka Seharusnya APH menetapkan Pimpinan AR juga sebagai Tersangkan Karna AR ini Bukan Penanggung Jawab, Masa Ia AR tersangka Tetapi Pimpinananya Tidak kan Aneh ..!! ungkap Ofi Sambil Tersenyum
Sekedar Diketahui AR menceritakan kasus yang menimpa dirinya ini mulai terjadi pada tahun 2021 silam. Kala itu, Dia mengaku menjabat sebagai perwakilan KPI di Jeneponto pada masa transisi bulan Mei 2021 yang sebelumnya dijabat oleh H. Lallo.
Usai masa transisi itu berakhir, Kami dipanggil sebagai saksi dalam kasus mafia pupuk di awal 2022. Namun saat itu pemeriksaan kasus sempat terhenti. Selama 1 tahun hampir vakum, akhirnya kasus ini kembali diperiksa Inspektorat pada awal Januari 2024.
Saat AR ingin memberikan keterangan dalam pemeriksaan itu, Inspektorat menolak lantaran mereka hanya ingin memeriksa Direktur KPI.
“Saya datang, inspektorat bilang bukan kita, saya maunya direktur yang punya perusahaan. Jadi boskulah yang dipanggil oleh inspektorat, maka ditanya-tanyalah disitu oleh inspektorat, saya kan sebagai staffnya disini pasti saya ikut tapi bukan saya yang di BAP,” katanya.