Advokat Sulaeman Tantang Pemprov Papua Barat Daya: Jangan Sesatkan Publik Soal Status Hukum DPRK


Sorong Selatan — Sengketa hukum terkait pengangkatan Anggota DPRK Sorong Selatan Jalur Otonomi Khusus (Otsus) kini menjadi sorotan nasional setelah kuasa hukum Marthentesia dkk secara terbuka mematahkan klaim Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya yang menyatakan tidak mengetahui adanya upaya hukum kasasi sebelum diterbitkannya Surat Keputusan (SK) pengangkatan DPRK. Melalui Kuasa Hukumnya, Advokat Sulaeman, para penggugat menegaskan bahwa pernyataan tersebut keliru dan dinilai menyesatkan karena fakta hukum menunjukkan bahwa pemberitahuan kasasi telah disampaikan secara sah dan berlapis jauh sebelum SK terbit pada 3 Desember.

Adv. Sulaeman memaparkan kronologi yang jelas. Putusan PTUN Manado dibacakan pada 11 November, dan pada 15 November pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya yang menyatakan bahwa para penggugat menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Pemberitahuan itu kemudian ditegaskan kembali melalui sistem website Aduan resmi Pemprov Papua Barat Daya dengan nomor tiket 328-PZ9-7V4R tertanggal 20 November 2025. Dengan dua jalur pemberitahuan resmi ini,

pihaknya menilai bahwa klaim Pemerintah Provinsi tidak lagi memiliki dasar legitimasi administratif.

Menurut Adv. Sulaeman, Pemerintah Provinsi seharusnya berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan kepada publik. Ia menegaskan bahwa pihaknya keberatan apabila disampaikan penjelasan yang menurutnya berpotensi menyesatkan.

 “Sebaiknya pihak Pemerintah Gubernur Papua Barat Daya jangan memberikan komentar yang menyesatkan. Kami ini bukan advokat yang mudah diakalin. Kami sudah sering menghadapi hal seperti ini. Pola komunikasi yang dilakukan pihak Pemerintah Gubernur Papua Barat Daya itu pola yang biasa dipakai untuk anak-anak kemarin sore — dan menurut kami tidak layak digunakan ketika berhadapan dengan kami,” ujarnya.

Sorotan semakin menguat ketika Wakil Presiden Pimpinan Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia (FAMI), Adv. Sulkipani Thamrin, juga ikut angkat bicara. Ia menilai bahwa langkah Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya tetap memproses DPRK Sorong Selatan, padahal masih berstatus sengketa TUN, merupakan pelanggaran hukum yang tidak dapat lagi ditolerir. Ia bahkan menyoroti bahwa DPRK yang masih disengketakan itu telah mengikuti Rapat Paripurna Kabupaten Sorong Selatan.

 “Jika nanti kasasi kuasa hukum diterima Mahkamah Agung, apakah Gubernur Papua Barat Daya siap menanggung seluruh akibat hukumnya?” ujarnya.

Di sisi lain, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua Barat sebelumnya telah menemukan adanya maladministrasi dalam proses seleksi DPRK Sorong Selatan Jalur Otsus dan merekomendasikan peninjauan kembali hasil seleksi. Sementara itu, perkara ini masih berstatus sengketa aktif karena telah diajukan kasasi ke Mahkamah Agung, sehingga putusan belum berkekuatan hukum tetap (inkracht). 

Dalam kondisi demikian, setiap tindakan lanjutan, termasuk pelantikan DPRK, dinilai berpotensi cacat hukum dan bertentangan dengan asas kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.

Atas dasar itu, kuasa hukum Marthentesia dkk mendesak Gubernur Papua Barat Daya untuk menunda pelantikan DPRK Sorong Selatan hingga terdapat putusan kasasi yang berkekuatan hukum tetap. Penundaan dinilai sebagai langkah paling konstitusional dan bertanggung jawab untuk menjaga wibawa hukum negara dan stabilitas sosial politik di Papua Barat Daya. Hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya belum menyampaikan klarifikasi resmi atas bantahan dan bukti hukum yang telah disampaikan kuasa hukum.Red