Rejang Lebong — Program ketahanan pangan Desa Warung Pojok, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, tahun anggaran 2025 diduga hanya eksis di atas kertas. Klaim penanaman jagung seluas satu hektare per desa tidak memiliki padanan di lapangan. Penelusuran langsung tidak menemukan lahan sebagaimana ukuran yang dilaporkan.
Di lokasi yang disebut sebagai area tanam, tidak ada hamparan kebun, tidak ada bekas pengolahan tanah, dan tidak terlihat pola budidaya pertanian. Yang ditemukan hanyalah beberapa batang jagung yang tumbuh terpencar, menyerupai tanaman pekarangan, jauh dari gambaran satu hektare lahan produktif.
Satu hektare bukan angka simbolik. Luasan itu setara dengan 10.000 meter persegi—cukup untuk dikenali tanpa alat ukur canggih. Namun luasan tersebut seolah lenyap. Tidak ada penanda batas, tidak ada koordinat, dan tidak ada saksi yang dapat menunjukkan di mana lahan itu berada.
Warga desa menyatakan tidak pernah melihat proses pembukaan atau penanaman lahan dalam skala besar. “Kalau satu hektare, mustahil tidak diketahui warga. Ini desa, bukan hutan belantara,” ujar seorang warga dengan nada geram.
Pemerintah desa berdalih tanaman jagung tidak tumbuh. Dalih ini justru membuka pertanyaan baru. Kegagalan tanam tidak menghapus jejak lahan. Tanah tidak ikut mati bersama tanaman. Lahan seharusnya tetap bisa ditunjukkan, diukur, dan diverifikasi.
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada dokumen teknis yang diperlihatkan kepada publik: tidak ada titik koordinat, tidak ada dokumentasi awal penanaman, tidak ada laporan pengadaan benih, pupuk, maupun bukti pelaksanaan kegiatan di lapangan. Semua klaim berhenti pada pernyataan lisan.
Seorang jurnalis investigasi yang meninjau lokasi menyebut situasi ini sebagai indikasi serius penyimpangan program. “Dalam proyek publik, absennya bukti fisik bukan kelalaian kecil. Itu alarm. Program pangan tanpa lahan adalah kontradiksi,” ujarnya.
Kasus ini menempatkan program ketahanan pangan Desa Warung Pojok dalam bayang-bayang dugaan program fiktif. Jika benar tidak ada lahan satu hektare sebagaimana diklaim, maka patut dipertanyakan ke mana alokasi anggaran diarahkan dan bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya disusun.
Bagi warga, ini bukan semata soal gagal panen. Ini menyangkut kejujuran penggunaan dana desa. Ketahanan pangan semestinya menjawab krisis ekonomi dan ketersediaan pangan, bukan menjadi jargon pembangunan yang hanya hidup dalam laporan.
Sampai saat ini, pemerintah Desa Warung Pojok belum menunjukkan bukti konkret keberadaan lahan jagung satu hektare program ketahanan pangan tahun 2025. Publik menunggu klarifikasi berbasis fakta, serta langkah pengawasan dari inspektorat dan aparat penegak hukum agar dana publik tidak menguap tanpa jejak. (Tim)
Artikel Ketahanan Pangan di Atas Kertas: Jagung Satu Hektare Warung Pojok Tak Pernah Terlihat pertama kali tampil pada WWW.Lintas7NEWS.my.id.





