BENGKULU — Dugaan Penyerobotan Tanah Ujang Hanafi oleh PT Bio Nusantara Teknologi Makin Terbongkar di Persidangan
Sidang lanjutan sengketa lahan antara Ujang Hanafi melawan PT Bio Nusantara Teknologi kembali digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu Utara, Selasa (4/11/2025). Agenda kali ini menghadirkan saksi dari pihak tergugat, yakni PT Bio. Namun, alih-alih memperkuat pembelaan perusahaan, kesaksian yang disampaikan justru membuka banyak kejanggalan dan indikasi penyerobotan tanah milik warga.
Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa tanda tangan Ujang Hanafi dalam sejumlah dokumen yang diajukan PT Bio tidak identik dengan tanda tangan aslinya. Begitu pula tanda tangan atas nama penerima “Ujang Hanafi” dalam kuitansi pembayaran, yang ternyata bukan milik Ujang maupun orang tuanya, Aksa.
“Kami menemukan bukti kuat adanya pemalsuan tanda tangan. Siapa pelakunya masih kami telusuri, tapi yang jelas tanda tangan dalam kuitansi itu bukan milik Pak Ujang maupun keluarganya,” tegas Rizki Dini Hasana, S.H, kuasa hukum Ujang Hanafi, didampingi Arif Hidayatullah, S.H dan Yasmidi, Ketua BCW Bengkulu.
Lebih jauh, kesaksian dari pihak PT Bio pun terbukti kontradiktif. Salah satu saksi perusahaan mengaku tidak mengetahui adanya penggusuran lahan Ujang Hanafi. Namun, data dan kesaksian lapangan menunjukkan saksi tersebut justru ikut hadir dalam proses penggusuran. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat bahwa saksi telah memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.
Tanah seluas empat hektare yang kini disengketakan telah dikuasai dan digarap Ujang Hanafi sejak awal 1980-an, lengkap dengan tanaman sawit dan hasil kebun turun-temurun. Namun, PT Bio secara sepihak mengklaim telah melakukan “pembebasan lahan” pada tahun 1991 dan mulai menanam sawit pada 2015. Klaim tersebut dinilai tidak masuk akal secara hukum maupun logika, sebab mustahil perusahaan menanam sawit di lahan yang telah lama digarap dan dimiliki warga tanpa adanya bukti jual beli yang sah.
Lembaga BCW Bengkulu yang mendampingi Ujang Hanafi juga menemukan adanya indikasi pelanggaran hukum serius oleh PT Bio.
“Kami melihat pola perusakan dan penguasaan lahan secara bertahap. Kasus ini bahkan sudah pernah dilaporkan ke Polres Bengkulu Tengah, tapi anehnya justru di-SP3 tanpa alasan yang jelas,” ungkap Yasmidi, perwakilan BCW.
Pihak Ujang Hanafi kini berharap majelis hakim dapat bersikap tegas, objektif, dan berpihak pada kebenaran hukum, bukan pada kekuatan modal.
“Kami hanya ingin keadilan. Tanah ini warisan keluarga kami, bukan untuk dirampas oleh pihak yang punya uang,” tutup Ujang Hanafi usai sidang.(Real)





