
Makassar – Kasus dugaan penyimpangan program Upaya Khusus (Upsus) Kedelai tahun 2013–2014 di Kabupaten Jeneponto kembali mengemuka. Program yang menelan anggaran sekitar Rp13 miliar tersebut kini resmi dilaporkan ke Polda Sulawesi Selatan oleh Dewan Pimpinan Nasional Federasi Advokat Muda Indonesia (DPN FAMI).
Langkah ini menandai babak baru dalam upaya menegakkan hukum terhadap dugaan praktik korupsi di sektor pertanian. Selama ini, kasus tersebut kerap menjadi sorotan karena indikasi penyalahgunaan anggaran yang seharusnya diperuntukkan bagi peningkatan produksi kedelai nasional.
Advokat Sulkipani Thamrin, SH., MH., selaku Vice President DPN FAMI, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti sampai kasus ini benar-benar tuntas.
“Kasus ini sudah terlalu lama menggantung tanpa kepastian hukum. Dengan anggaran sekitar Rp13 miliar, jelas publik berhak tahu ke mana dana itu dialirkan. Kami menduga kuat ada kerugian negara yang signifikan, dan aparat penegak hukum wajib mengusutnya secara transparan,” ujar Sulkipani.
Ia menekankan, FAMI akan mengawal kasus ini sampai semua oknum yang diduga terlibat diseret ke meja hijau dan dijatuhi hukuman setimpal.
“Tidak boleh ada pihak yang kebal hukum. Semua yang terbukti menyalahgunakan dana rakyat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum,” tegasnya.
Presiden Federasi Advokat Muda Indonesia, Ofi Sasmita, juga memberikan pernyataan tegas terkait kasus ini. Ia meminta seluruh jajaran organisasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengawal proses hukum kasus Upsus Kedelai hingga benar-benar tuntas.
“Saya instruksikan kepada seluruh jajaran FAMI di seluruh Indonesia agar mengawal kasus ini secara serius. Jangan biarkan ada oknum yang lolos dari jeratan hukum. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita sebagai advokat muda untuk memastikan keadilan ditegakkan,” ungkap Ofi Sasmita.
Program Upsus Kedelai merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor kedelai dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Namun, dengan dana mencapai Rp13 miliar di Jeneponto pada 2013–2014, hasil yang diperoleh jauh dari harapan.
Alih-alih mendongkrak produksi, banyak petani justru mengaku tidak merasakan manfaat dari program tersebut. Beberapa laporan di lapangan menyebut adanya masalah pada distribusi benih, kualitas input pertanian, hingga dugaan mark-up anggaran.
“Bayangkan, dana sebesar itu jika benar-benar dikelola dengan baik seharusnya mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Tapi kenyataannya, justru program ini lebih banyak menimbulkan pertanyaan ketimbang hasil,” jelas Sulkipani.
Dengan dilaporkannya kasus ini ke Polda Sulsel, publik kini menanti langkah cepat aparat penegak hukum untuk segera memanggil pihak-pihak terkait dari Dinas Pertanian Jeneponto maupun pihak lain yang diduga terlibat.
DPN FAMI menegaskan, kasus ini bukan hanya soal angka Rp13 miliar, tetapi soal kepercayaan masyarakat terhadap negara. Jika kasus ini dibiarkan tanpa kepastian hukum, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan program pertanian lainnya.
“Penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini akan menjadi sinyal kuat bahwa dana rakyat tidak bisa main-main. Petani harus menjadi penerima manfaat utama, bukan pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan pribadi,” pungkas Sulkipani.
Dengan adanya instruksi langsung dari Presiden FAMI, Ofi Sasmita, publik semakin yakin bahwa organisasi advokat muda ini akan konsisten mengawal kasus Upsus Kedelai Jeneponto hingga semua fakta terungkap dan para pelaku mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya. Redaksi